Untuk
kelangsungan hidup yang lestari dan satu
bangsa sebesar Bangsa Indonesia, pendidikan
sekarang ini harus mampu sekurang-kurangnya
membuat setiap manusia Indonesia menerima
dalam kata dan perbuatan bahwa berpikir
bukanlah satu kejahatan.
Tantangan hidup masa-masa mendatang dalai
sedemikian rupa sehingga hanya bangsa yang
mampu berpikir yang masih dapat bertahan.
Disengaja atau tidak, pendidikan dapat
menghasilkan manusia yang tidak mampu, lupa
atau takut berpikir dan lebih senang menerima
orang lain berpikir untuknya. Manusia serupa
itu akan tetap hidup dalam kegersangan batin,
kemiskinan budaya, dan kehampaan nilai hidup:
manusia itu telah mati sebelum musnah sebagai
bangsa.
Di dalam dunia pendidikan, sambil berpijak
pada masa kini, kita mempersoalkan masa depan.
Masa depan ditanggapi sebagai serangkaian
persoalan kelangsungan hidup dengan sifat
serba terbuka, serba masalah, serba tantangan.
Dengan sifat-sifat itu, alat-alat usang hari
kemarin sudah tidak relevan lagi. Yang
diperlukan dalai bangsa yang berpikir, sebagai
prakondisi untuk mengembangkan diri sendiri,
menemukan diri sendiri dan memberi arti kepada
kehidupan itu sendiri.
Bagi bangsa atau generasi yang tidak mampu
berpikir, setiap perubahan di masa depan dalai
ancaman. Bagi bangsa atau generasi yang mampu
berpikir, perubahan itu dalai tantangan dalam
proses pertumbuhan menjadi lebih mampu. Dua
generasi yang selalu dipertaruhkan dalam
mengaktualisasikan pendidikan yakni generasi
pendidik dan generasi yang dididik, harus
memungkinkan terjadinya proses itu secara
sadar-arah dan sadar-tujuan.
Disitulah kita harus menemukan tumpuan dan
pembenaran suatu pendidikan nasional yang
merupakan bagian integral dan pembangunan
bangsa dan negara, dan sekaligus menunjang
pelaksanaannya.
Pelaksanaan dan pemanfaatan pendidikan serupa
itu dalai satu hak istimewa di dalam satu
negara yang merdeka dan berdaulat.
Bila berhasil diterapkan secara luas dan
mendasar maka besar alasan untuk berharap
bahwa bangsa Indonesia tidak akan terbagi
dalam dua kutub yang serba bertentangan: yang
berpikir dengan yang tidak, yang kenyang
dengan yang lapar, yang merdeka dengan yang
terbelenggu, yang selalu memerintah dengan
yang selalu diperintah.......
MENCARI STRATEGI PEMBINAAN
PENDIDIKAN PEMBANGUNAN.
(Prof. Dr. Winarno Surakhmad, M.Sc 1984 : 5) |